Setelah mengendarai kendaraan hampir 3 jam, sampailah kami di
pertigaan Nagreg, dimana pertigaan ini sering terjadi kemacetan jika telah tiba
musim pulang kampung disaat hari Raya Idul Fitri. Untungnya , saya jika akan
berpergian liburan selalu merencanakannya pada hari kerja. Perjalanan kali ini,
saya bersama istri dan anak saya untuk liburan dan menikmati salah satu
Bungalow terapung di atas danau yang terkenal di desa Sampireun,Garut.
Setelah pertigaan Nagreg, saya mengarahkan mobil saya menuju
ke Garut. Tidak lama kemudian kami singgah di salah satu rumah makan yang
menyediakan makanan khas sunda dan juice Strowberry untuk sarapan pagi. Sambil
menunggu makanan dan minuman yang kami pesan, Istri saya membuka google untuk
mencari informasi wisata yang ada disekitar Garut. Akhirnya kami mendapatkan
salah satu tempat wisata yang terdekat dari rumah makan itu, yaitu CANDI
CANGKUANG. Kami memutuskan untuk mengunjungi candi Cangkuang sebelum
kami chek in di Bungalow itu. Akhirnya makanan dan minuman yang kami pesan
datang, segera kami santap. Setelah menyantap makanan dan minuman kami
melanjutkan perjalanan menuju Candi Cangkuang. Dengan bertanya pada tukang
parkir dan alat GPS, kami meluncur ke lokasi. Ternyata hampir satu kilometer
kami sudah menjumpai papan penunjuk ke Lokasi. Tepat disisi Alun-Alun Leles,
belok ke kiri dan selanjutnya mengikuti jalan itu dan akhirnya sampai di
pelataran parkir bagi yang ingin mengunjungi Candi Cangkuang.
Setelah mobil di parkir, kami menuju ke loket tiket masuk.
Harga Tiket masuk lokasi cukup dengan Rp.20.000,- per orang, tiket tersebut
sudah termasuk menumpang rakit menyeberang situ menuju lokasi Candi pulang
pergi.
Setelah membeli tiket, kami menaiki rakit yang akan mengantar kami ke
seberang. Dalam perjalanan menuju ke seberang, ada momen lucu dan pemandangan yang
fotogenik yang menggugah saya untuk memfotonya. Sepuluh menit kemudian kami
sampai di seberang.
Di
seberang, di sepanjang jalan menuju pintu gerbang desa Kampung Pulo, kita
menjumpai para pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, souvenir dan lainnya.
Setelah berjalan lebih 300 meter dari pelabuhan rakit, kita
akan menemui pintu gerbang desa Kampung Pulo dan setelah melewati gerbang, kita
akan disuguhkan sebuah kampung adat yang terdiri jejeran rumah asli sunda. Tiga rumah di kiri dan tiga Rumah
di kanan ditambah satu Bangunan Masjid. Tampaknya rumah tersebut kosong dari
penghuninya yang sedang bekerja di ladang. Hanya beberapa rumah yang terlihat
penghuninya beraktifitas di teras rumahnya.
Setelah
menyusuri perumahan khas sunda sejauh 50
meter itu, kita akan di sambut oleh gerbang menuju Candi Cangkuang. Jalan
menuju ke Candi, kita akan menaiki tangga yang landai dan pada akhirnya kita
akan menemui jalan bercabang. Kami berpisah, saya menyusuri jalan belok ke
kanan istri dan anak saya belok ke kiri.
Tak lama kemudian saya menemukan makam Kuno.
Tertulis di pintu gerbang makam “Makam Arief Muhammad”. Arief Muhammad adalah
seorang senopati dari Kerajaan Mataram, yang ditugaskan untuk berperang melawan
VOC ( Belanda) di Batavia ( Jakarta ). Karena gagal melawan VOC ( belanda),
beliau menyingkir ke daerah Leles, Garut.
Ditempat ini selanjutnya beliau menyebarkan agama islam.
Kalau
kita berbalik badan seratus delapan puluh derajat, maka akan melihat bangunan
museum Candi Cangkuang, tapi nanti saja saya akan mengunjunginya setelah
mengambil foto candi. Setelah itu, tak sabar saya ingin segera menuju ke lokasi
Candi berada. Sebenarnya lokasi candi dan makam mbah Arief Muhammad
bersebelahan, namun menuju ke Candi harus berputar setengah lingkaran. Akhirnya
saya sampai di lokasi Candi Cangkuang.
Candi Cangkuang yang mempunyai ukuran dasarnya 4.5 x.4.5 m
dan mempunyai ketinggian 8.5 m. Tampak Candi yang megah, fotogenik dan
Candi ini dinaungi oleh pohon-pohon yang besar dan rindang. Candi yang
selesai di renovasi dan diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976 ini tampak
terawat dan bersih. Saya mengambil gambar dari segala sudut.
Setelah puas mengambil gambar, saya beristirahat. Duduk
dibawah rindangnya pohon sambil melihat candi Cangkuang. Tiba-tiba Telepon genggam
saya berdering...... ternyata istri saya memberitahu kalau dia dan anak saya
sudah menunggu di warung yang menjajakan es kelapa muda, segera saya menuju ke
warung itu. Wah, sayang sekali saya tidak sempat untuk mengunjungi museum Candi
Cangkuang.
Tak lama kemudian setelah minum es kelapa muda kami menuju ke
pelabuhan rakit. Tapi setibanya di pelabuhan rakit, pengemudinya mengatakan
bahwa untuk menyebrang harus menunggu penumpang lainnya. Karena malas menunggu,
saya berusaha bernegosiasi dengan pengemudi. Akhirnya bersepakat membayar
Rp.60.000,- untuk mengantar kami ke seberang. Rakit melaju dan akhirnya kami
sampai di seberang. Setelah menaiki
mobil, kami segera menuju ke Bungalow di Sampireun yang sudah siap
menanti kedatangan kami……
Satu Lagi pengalaman dari perjalananku mengunjungi tempat
wisata bersejarah…..
Links :