Tiga
tahun yang lalu, saya mendapatkan informasi baik dari televisi maupun internet
bahwa ada satu situs sejarah yang menjadi bahan perbincangan. Info tersebut
menerangkan bahwa ada situs sejarah yang diperkirakan berusia sudah berabad-abad
lamanya. Dari info itu saya berniat untuk mengunjunginya. Akan tetapi dengan
terbatasnya waktu untuk dapat kesana, baru kali ini di bulan November 2014 saya
baru dapat melaksanakannya untuk mengunjungi situs Megalitik Gunung Padang.
Dengan
memilih waktu di saat hari kerja. Bagi saya, sangat tepat untuk mengunjungi
situs Gunung Padang, karena biasanya tempat atau tujuan wisata ramai
dikunjungi oleh masyarakat pada akhir pekan.
Dengan modal GPS dari Phonecell , saya memulai perjalanan dari
Jakarta sehabis Shalat Subuh. Oh ya saya mengajak teman saya semasa kuliah yang
kebetulan mempunyai hobby yang sama
yaitu fotografi , Gamal Hendro. Setelah menjemput teman
saya itu, kami langsung berangkat ke Gunung Padang.
Singkat
kata, saat perjalanan kami sudah mencapai kota Cianjur. Segera saya aktifkan
GPS dan perjalanan kami lanjutkan. Setelah 7 KM dari kota Cianjur kita akan
menemukan pertigaan yang bernama Warungkondang. Disana akan didapati rambu pengarah ke Gunung
Padang. Dan dari pertigaan itu kami
mulai mencatat waktu dan jarak menuju Gunung Padang, guna ingin mengetahui
seberapa jauh dan lama perjalanan yang akan kami tempuh.
Kondisi
jalan menuju ke Lokasi, awalnya beraspal
mulus, tapi kemudian akan kita jumpai
jalanan yang sedang diperbaiki . tapi setelah melalui jalanan itu, hati dan
perasaan terasa terobati oleh pemandangan yang indah di sepanjang perjalanan
dan kondisi fisik jalan kembali bagus.
Jajaran bukit yang masih
terselimuti oleh embun dan hutan-hutan yang masih tampak terjaga keasriannya,
suatu pemandangan yang indah. Dalam perjalanan ini kami sering berhenti untuk
mengabadikan pemandangan indah yang kami
jumpai. Disamping itu juga kami jumpai semua aktifitas masyarakat di
pagi itu.
Dari pelajar yang akan berangkat sekolah , petani yang sedang menanam
padi, para pemetik daun teh dan masih banyak aktifitas lainya.
Tidak
terasa hampir satu jam dan menempuh jarak sekitar 20 km dari pertigaan tadi, akhirnya
kami sampai juga di situs megalitik Gunung
Padang, Cianjur. Sebelum tiba di Lokasi, kami berpikiran bahwa bila sampai di sana
nanti kita akan melewati perkebunan atau hutan, ternyata pupus semua itu. Kami
langsung memarkirkan kendaraan langsung di kaki Gunung Padang. Bersyukur, kami tiba disambut dengan cuaca yang
cerah, langit biru dihiasi awan tipis. Karena sepanjang perjalanan dari Jakarta
kami agak was-was karena tampak awan hitam menutupi langit setibanya di lokasi nantinya. Setelah membayar
restibusi sebesar Rp.2.000,- per orang, langsung bersiap diri untuk masuk ke
lokasi. O ya..ternyata ada kendaraan umum yang menuju ke situs Gunung Padang dari Warungkondang dengan meraup kocek
sebesar Rp 5000,- ,dengan angkot nomor 43 warna putih.
Kenapa
saya tertarik dengan situs ini, mari kita kupas dulu sedikit sejarah mengapa
sampai dibuatnya situs ini. Situs Gunung Padang berada di Kampung Gunung Padang
dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur. Menurut
pemandu lokasi menerangkan bahwa, situs Gunung Padang pertama kali tahun 1914
yang termuat dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD) atau suatu Buletin
Dinas Kepurbakalaan pemerintah saat itu yaitu Hindia Belanda. Sejarawan Belanda
ternama N. J. Krom sempat menguraikannya tapi belum banyak keterangan secara
detail mengenai informasi keberadaannya.Kajian arkeologi, sejarah, dan geologi lainnya
yang kemudian dilakukan oleh Puslit Arkenas sejak 1979. Tidak ditemukannya
artefak berupa manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur
situs ini. Sementara itu ada cerita masyarakat, dimana mereka meyakini bahwa
reruntuhan bebatuan ini berkaitan dengan upaya Prabu Siliwangi dari Kerajaan
Pajajaran yang ingin membangun istana dalam waktu semalam. Namun, upaya
tersebut gagal karena fajar telah menggagalkannya sehingga bebatuan vulkanik
masif yang berbentuk persegi panjang itu dibiarkan berserakan di atas bukit.
Situs ini mempunyai 5 teras.
Ada pendapat lagi dari para aekeolog lainnya
mengatakan bahwa Hasil pengeboran tim menemukan lapisan dasar fondasi bangunan
berumur 4700 SM. Lebih tua dari piramida Giza di Mesir yang berusia 3500 SM. Bayangkan apabila benar situs ini
lebih tua dari piramida Giza, berarti di tatar Sunda ini mempunyai peradaban
yang tinggi, Bukan main!. Untuk lebih lanjut, bagi yang ingin mengetahui lebih
lanjut mengenai situs ini dapat mencarinya di internet atau informasi lainnya.
Mari kita lanjutkan trip kita. Kamipun mulai
memasuki gerbang dan dimana disitu terdapat sendang Kahuripan. Setiap
pengunjung disarankan untuk membasuh dengan air tersebut. Sempat tepikir oleh
saya kalau ritualnya mirip seperti ber wudlu secara agama Islam. Setelah itu
kita dihadapi oleh dua jajaran anak tangga.
Disini kita dapat memilih jalan
mana yang kita akan tempuh. Adapun tangga yang pertama adalah tangga yang
menurut saya tangga yang asli menuju ke lokasi. Jumlah anak tangga tesebut
mencapai 350 anak tangga, tetapi menempuh tangga yang agak curam, pada saat
kami kesini sedang ada pemasangan
handrail / pegangan disisi tangga. Sedangkan Tangga yang satunya agak
banyak yaitu berjumlah hampir 930 anak tangga dan kalau kita menempuh tangga
ini agak landai. Dan kamipun memilih tangga yang ke dua. Biar bagaimanapun
tangga yang kedua ini, kami tempuh dengan bersusah payah, maklum usia sudah
mencapai 50……he..he…
Setibanya di atas atau pada teras pertama, kami
disuguhkan oleh bebatuan yang tersusun rapi ada juga yang bertebaran tidak
teratur. Pada teras Pertama akan kita temui beberapa susunan bebatuan yang
ditata. O ya , akan kita temui beberapa batu yang mempunyai cerita yang unik. Diteras
Pertama terdapat bukit masijid atau bukit bersujud. Bukit masijid ini punya
arti sebagai tempat bersujud.
Masih di teras Pertama, terdapat juga 2 buah batu musik. Satu terletak di sebelah barat
bernama Batu Bonang. Satu lagi bernama Batu Kacapi terdapat di sebelah Timur. Di
batu yang konon bisa menimbulkan alunan suara merdu jika diketuk. Batu Kacapi
yang berarti singkatan Kaca dan Pi. Artinya cerminan diri. Batu Kacapi sendiri
konon mempunyai 20 senar tak kasat mata.
Ke 20 senar itu menyimbolkan mengenai sifat-sifat Tuhan yang ada pada
diri manusia.
Disini kita juga kita temui batu berwarna ke emasan yang berbahan
dari batu jenis granit. Menurut dari pemandu lokasi, batu ini untuk menempatkan
seserahan atau sesajen yang digunakan untuk pemujaan.
Setelah mengeksplorasi teras Pertama kami
lanjutkan ke teras Kedua. Disini kami juga menemukan bebatuan yang kalau kita
lihat beserakan tapi kalau ditelusuri banyak makna dan fungsi dari bebatuan
itu. Disini kita menemui susunan batu bebentuk silinder dan batu yang tertata
ini konon tempatnya Raja mengadakan perjamuan kepada para tetamu yang akan
melakukan ritual pemujaan.
Disamping itu juga masih terdapat dua buah pohon
yang tumbuh seperti tumbuh kembar siam. Kedua pohon itu tumbuh berdempetan, dan kedua pohon itu merupakan simbol pria dan wanita. Pohon itu adalah pohon Arungi merupakan simbol dari pria dan pohon Kemenyan adalah simbol dari wanita. Sempat kami membakar getah pohon kemenyan yang tumbuh
disini, hmmmm harum…… Disini terdapat
juga Bukit Mahkuta Dunia, bukan berarti mahkota, melainkan simbol dari jiwa
sosial yang saling mengasihi.
Lanjut
ke teras Ketiga. Di teras ke-3, tepatnya di sebelah timur, ada batu yang Unik
dan mempunyai cerita tersendiri ,yaitu Batu Tapak Maung. Maung di sini bukan
seperti dalam bahasa Sunda berarti Harimau. Melainkan Ma dan Ung, yang artinya Manusia Unggul.
Masih di teras ke-3. Di sini juga terdapat batu berukiran Kujang, senjata khas
Sunda. Kata kujang berasal dari kata ku
dan ujang. Maksudnya kamu pegang,
jalankan, telusuri apa makna Gunung Padang.
Kami lanjutkan ke teras Keempat. terdapat Batu
Kanuragaan. Konon, batu yang bisa diangkat ini dapat mewujudkan keinginan siapa
saja yang bisa mengangkatnya. Namun, saat ini batu itu disimpan dan kita dapat
melihatnya di warung sekitar lokasi . Menurut pemandu dahulu batu ini disalah
gunakan maknanya, karena apabila bagi yang bisa mengangkat batu itu maka akan
terkabul semua keinginannya, sehingga pengurus setempat menganggap sangat
menyesatkan. Sebenarnya Batu Kanuragaan punya makna batu penguji. Di sini
adalah ujian terakhir bagi siapa saja yang melakukan spiritual sebelum mencapat
level pamungkas di teras ke-5. Di mana di teras yang permukaan tanahnya lebih
tinggi itu terdapat Batu Singgasana Raja dan Batu Pendaringan.
Lanjut ke teras Kelima. Teras ini masih kita
temui bebatuan yang berserakan tapi bermakna. Akan kita temui juga beberapa
bebatuan yang disusun seperti dipan / singgasana yang tidak mempunyai kaki.
Konon dipan tersebut adalah tempat Prabu
Siliwangi beristirahat. Batu Singgasana Raja ini adalah level terakhir sebagai
tempat perenungan dari teras 1 sampai teras 5 "Di sini dulu tempat
bersemedi Sunan Ambu dan Sunan Rama".
Hampir memakan 2 jam kami mengeksplor dari teras
Pertama sampai teras Kelima. Banyak yang kami dapati informasi yang tidak saya
sampaikan disini, dikarenakan bersifat spiritual. Tidak terasa sudah masuk
waktu shalat zuhur, kamipun segera
melaksanakan kewajiban shalat.
Setelah Shalat Zuhur, kami berbincang-bincang lagi di pos para pemandu, banyak
cerita dan pengalaman yang didapat dari mereka. Sungguh sangat Ramah para
pemandu disana. Mereka akan menerangkan apa yang kita tanyakan dengan jelas dan
ikhlas.
Tepat setelah shalat Ashar, kami segera
meninggalkan Situs Gunung Padang dan kamipun berangkat kembali ke Jakarta
dengan dikawal oleh hujan yang deras. Kami bersyukur, karena selama kami di
Gunung Padang cuaca sangat cerah dan bersahabat. Terima kasih Tuhan, jika ada
waktu dan umur saya akan kembali lagi untuk menguak lebih jauh Gunung Padang……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar