Jumat, 28 November 2014

SITUS MEGALITIKUM di GUNUNG PADANG…



Tiga tahun yang lalu, saya mendapatkan informasi baik dari televisi maupun internet bahwa ada satu situs sejarah yang menjadi bahan perbincangan. Info tersebut menerangkan bahwa ada situs sejarah yang diperkirakan berusia sudah berabad-abad lamanya. Dari info itu saya berniat untuk mengunjunginya. Akan tetapi dengan terbatasnya waktu untuk dapat kesana, baru kali ini di bulan November 2014 saya baru dapat melaksanakannya untuk mengunjungi situs Megalitik Gunung Padang.

Dengan memilih waktu di saat hari kerja. Bagi saya, sangat tepat untuk mengunjungi situs Gunung Padang, karena biasanya tempat atau tujuan wisata ramai dikunjungi oleh masyarakat pada akhir pekan.  Dengan modal GPS dari Phonecell , saya memulai perjalanan dari Jakarta sehabis Shalat Subuh. Oh ya saya mengajak teman saya semasa kuliah yang kebetulan mempunyai hobby yang sama yaitu fotografi , Gamal Hendro. Setelah menjemput teman saya itu, kami langsung berangkat ke Gunung Padang.

Singkat kata, saat perjalanan kami sudah mencapai kota Cianjur. Segera saya aktifkan GPS dan perjalanan kami lanjutkan. Setelah 7 KM dari kota Cianjur kita akan menemukan pertigaan yang bernama Warungkondang.  Disana akan didapati rambu pengarah ke Gunung Padang. Dan dari pertigaan itu  kami mulai mencatat waktu dan jarak menuju Gunung Padang, guna ingin mengetahui seberapa jauh dan lama perjalanan yang akan kami tempuh.



Kondisi jalan menuju ke Lokasi, awalnya  beraspal mulus, tapi kemudian akan kita jumpai jalanan yang sedang diperbaiki . tapi setelah melalui jalanan itu, hati dan perasaan terasa terobati oleh pemandangan yang indah di sepanjang perjalanan dan kondisi fisik jalan kembali bagus. 


Jajaran bukit yang masih terselimuti oleh embun dan hutan-hutan yang masih tampak terjaga keasriannya, suatu pemandangan yang indah. Dalam perjalanan ini kami sering berhenti untuk mengabadikan pemandangan indah yang kami  jumpai. Disamping itu juga kami jumpai semua aktifitas masyarakat di pagi itu. 

 Dari pelajar yang akan berangkat sekolah , petani yang sedang menanam padi, para pemetik daun teh dan masih banyak aktifitas lainya.



Tidak terasa hampir satu jam dan menempuh jarak sekitar 20 km dari pertigaan tadi, akhirnya kami sampai juga di situs megalitik Gunung Padang, Cianjur.  Sebelum tiba di Lokasi,  kami berpikiran bahwa bila sampai di sana nanti kita akan melewati perkebunan atau hutan, ternyata pupus semua itu. Kami langsung memarkirkan kendaraan langsung di kaki Gunung Padang. Bersyukur, kami tiba disambut dengan cuaca yang cerah, langit biru dihiasi awan tipis. Karena sepanjang perjalanan dari Jakarta kami agak was-was karena tampak awan hitam menutupi langit  setibanya di lokasi nantinya. Setelah membayar restibusi sebesar Rp.2.000,- per orang, langsung bersiap diri untuk masuk ke lokasi. O ya..ternyata ada kendaraan umum yang menuju ke situs Gunung Padang dari Warungkondang dengan meraup kocek sebesar Rp 5000,- ,dengan angkot nomor 43 warna putih.


Kenapa saya tertarik dengan situs ini, mari kita kupas dulu sedikit sejarah mengapa sampai dibuatnya situs ini. Situs Gunung Padang berada di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur. Menurut pemandu lokasi menerangkan bahwa, situs Gunung Padang pertama kali tahun 1914 yang termuat dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD) atau suatu Buletin Dinas Kepurbakalaan pemerintah saat itu yaitu Hindia Belanda. Sejarawan Belanda ternama N. J. Krom sempat menguraikannya tapi belum banyak keterangan secara detail mengenai informasi keberadaannya.Kajian arkeologi, sejarah, dan geologi lainnya yang kemudian dilakukan oleh Puslit Arkenas sejak 1979. Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini. Sementara itu ada cerita masyarakat, dimana mereka meyakini bahwa reruntuhan bebatuan ini berkaitan dengan upaya Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran yang ingin membangun istana dalam waktu semalam. Namun, upaya tersebut gagal karena fajar telah menggagalkannya sehingga bebatuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang itu dibiarkan berserakan di atas bukit. Situs ini mempunyai 5 teras. 
Ada pendapat lagi dari para aekeolog lainnya mengatakan bahwa Hasil pengeboran tim menemukan lapisan dasar fondasi bangunan berumur 4700 SM. Lebih tua dari piramida Giza di Mesir yang berusia 3500 SM. Bayangkan apabila benar situs ini lebih tua dari piramida Giza, berarti di tatar Sunda ini mempunyai peradaban yang tinggi, Bukan main!. Untuk lebih lanjut, bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai situs ini dapat mencarinya di internet atau informasi lainnya.


Mari kita lanjutkan trip kita. Kamipun mulai memasuki gerbang dan dimana disitu terdapat sendang Kahuripan. Setiap pengunjung disarankan untuk membasuh dengan air tersebut. Sempat tepikir oleh saya kalau ritualnya mirip seperti  ber wudlu secara agama Islam. Setelah itu kita dihadapi oleh dua jajaran anak tangga. 

Disini kita dapat memilih jalan mana yang kita akan tempuh. Adapun tangga yang pertama adalah tangga yang menurut saya tangga yang asli menuju ke lokasi. Jumlah anak tangga tesebut mencapai 350 anak tangga, tetapi menempuh tangga yang agak curam, pada saat kami kesini sedang ada pemasangan handrail / pegangan disisi tangga. Sedangkan Tangga yang satunya agak banyak yaitu berjumlah hampir 930 anak tangga dan kalau kita menempuh tangga ini agak landai. Dan kamipun memilih tangga yang ke dua. Biar bagaimanapun tangga yang kedua ini, kami tempuh dengan bersusah payah, maklum usia sudah mencapai 50……he..he…

Setibanya di atas atau pada teras pertama, kami disuguhkan oleh bebatuan yang tersusun rapi ada juga yang bertebaran tidak teratur. Pada teras Pertama akan kita temui beberapa susunan bebatuan yang ditata. O ya , akan kita temui beberapa batu yang mempunyai cerita yang unik. Diteras Pertama terdapat bukit masijid atau bukit bersujud. Bukit masijid ini punya arti sebagai tempat bersujud. 


Masih di teras Pertama, terdapat juga 2 buah  batu musik. Satu terletak di sebelah barat bernama Batu Bonang. Satu lagi bernama Batu Kacapi terdapat di sebelah Timur. Di batu yang konon bisa menimbulkan alunan suara merdu jika diketuk. Batu Kacapi yang berarti singkatan Kaca dan Pi. Artinya cerminan diri. Batu Kacapi sendiri konon mempunyai 20 senar tak kasat mata.  Ke 20 senar itu menyimbolkan mengenai sifat-sifat Tuhan yang ada pada diri manusia.

 Disini kita juga kita temui batu berwarna ke emasan yang berbahan dari batu jenis granit. Menurut dari pemandu lokasi, batu ini untuk menempatkan seserahan atau sesajen yang digunakan untuk pemujaan.


Setelah mengeksplorasi teras Pertama kami lanjutkan ke teras Kedua. Disini kami juga menemukan bebatuan yang kalau kita lihat beserakan tapi kalau ditelusuri banyak makna dan fungsi dari bebatuan itu. Disini kita menemui susunan batu bebentuk silinder dan batu yang tertata ini konon tempatnya Raja mengadakan perjamuan kepada para tetamu yang akan melakukan ritual pemujaan.



 Disamping itu juga masih terdapat dua buah pohon yang tumbuh seperti tumbuh kembar siam. Kedua pohon itu  tumbuh berdempetan, dan kedua pohon itu merupakan simbol pria dan wanita. Pohon itu adalah pohon Arungi  merupakan simbol dari pria dan pohon Kemenyan adalah simbol dari wanita. Sempat kami membakar getah pohon kemenyan yang tumbuh disini, hmmmm harum…… Disini terdapat juga Bukit Mahkuta Dunia, bukan berarti mahkota, melainkan simbol dari jiwa sosial yang saling mengasihi.


Lanjut ke teras Ketiga. Di teras ke-3, tepatnya di sebelah timur, ada batu yang Unik dan mempunyai cerita tersendiri ,yaitu Batu Tapak Maung. Maung di sini bukan seperti dalam bahasa Sunda berarti Harimau. Melainkan Ma dan Ung, yang artinya Manusia Unggul


 

Masih di teras ke-3. Di sini juga terdapat batu berukiran Kujang, senjata khas Sunda. Kata kujang berasal dari kata ku dan ujang. Maksudnya kamu pegang, jalankan, telusuri apa makna Gunung Padang. 
 
 

 

Kami lanjutkan ke teras Keempat. terdapat Batu Kanuragaan. Konon, batu yang bisa diangkat ini dapat mewujudkan keinginan siapa saja yang bisa mengangkatnya. Namun, saat ini batu itu disimpan dan kita dapat melihatnya di warung sekitar lokasi . Menurut pemandu dahulu batu ini disalah gunakan maknanya, karena apabila bagi yang bisa mengangkat batu itu maka akan terkabul semua keinginannya, sehingga pengurus setempat menganggap sangat menyesatkan. Sebenarnya Batu Kanuragaan punya makna batu penguji. Di sini adalah ujian terakhir bagi siapa saja yang melakukan spiritual sebelum mencapat level pamungkas di teras ke-5. Di mana di teras yang permukaan tanahnya lebih tinggi itu terdapat Batu Singgasana Raja dan Batu Pendaringan.


Lanjut ke teras Kelima. Teras ini masih kita temui bebatuan yang berserakan tapi bermakna. Akan kita temui juga beberapa bebatuan yang disusun seperti dipan / singgasana yang tidak mempunyai kaki. Konon dipan tersebut  adalah tempat Prabu Siliwangi beristirahat. Batu Singgasana Raja ini adalah level terakhir sebagai tempat perenungan dari teras 1 sampai teras 5 "Di sini dulu tempat bersemedi Sunan Ambu dan Sunan Rama".



 
Hampir memakan 2 jam kami mengeksplor dari teras Pertama sampai teras Kelima. Banyak yang kami dapati informasi yang tidak saya sampaikan disini, dikarenakan bersifat spiritual. Tidak terasa sudah masuk waktu shalat zuhur, kamipun segera melaksanakan kewajiban shalat.

Setelah Shalat Zuhur, kami berbincang-bincang lagi di pos para pemandu, banyak cerita dan pengalaman yang didapat dari mereka. Sungguh sangat Ramah para pemandu disana. Mereka akan menerangkan apa yang kita tanyakan dengan jelas dan ikhlas.
 

Tepat setelah shalat Ashar, kami segera meninggalkan Situs Gunung Padang dan kamipun berangkat kembali ke Jakarta dengan dikawal oleh hujan yang deras. Kami bersyukur, karena selama kami di Gunung Padang cuaca sangat cerah dan bersahabat. Terima kasih Tuhan, jika ada waktu dan umur saya akan kembali lagi untuk menguak lebih jauh Gunung Padang……
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar